D A F T A R I S I
PRAKATA …………………………………………………………… …….i
D A F T A R I S I
………………………………........................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
............................................................................................................1
1.2
Tujuan
Penulisan ……………………………………………………………………1
1.3
Manfaat
Penulisan …………………………………………………………………..1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pintasan Jantung Paru
……………………………………………...........................1
2.2 Transplantasi Jantung …………..……………………………………...…………...4
2.3 Coronary Artery
Bypass Graft (CABG)/
Tandur Bypass Arteri
Koroner (TBAK) ………………...........…………...………..…9
2.4 Alat Bantu Mekanis
dan Jantung Bantuan Buatan Total ……………...……….14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
................................................................................................................14
3.2 Saran
..........................................................................................................................14
D A F T A R P U S T A K A
.......................................................................................
15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang
menyertainya dpat dibantu untuk mencapai
kualitas hidup yang lebih besar dari yang diperkirakan sepuluh tahun silam.
Dengan prosedur diagnostic yang canggih yang memungkina diagnostig dimulai
lebih awal dan lebih akurat menyebabkan penangan dapat dilakukan jauh sebelum
terjadi kelemahan yang berarti. Penaganan dengan teknologi dan farmakoterapi
yang baru terus dikembankan dengan cepat dan dengan keamanan yang semakin meningkat,
yaitu dengan betah jantung.
Pembedahan jantung pertama yang berhasil, penutupan
luka tusuk ventrikel kanan, talah dilakukan di tahun 1895 oleh ahli bedah
Italia de Vechi. Di Amerika Serikat pembedahan serupa yang sukses, juga
penutupan luka tusuk, dilakukan di tahun 1902. Diikuti oleh pembedahan katup di
tahun 1923 dan 1925, penutupan duktus paten di tahun 1937 dan 1938, dan reseksi
koar koarktasi aorta pada tahun 1944. Era baru tandur pinatsan arteri koroner
bermula di tahun 1954.
Perkembangan yang paling revolusioner dalam
perkembangan pembedahan jantung adlah teknis pintasan jantung/paru pertam kali
digunakan dengan berhasil pada manusia di than 1951. Di masa kini lebih dari
250.000 prosedur yang dilakukan dengan menggunakan pintasan jantung paru.
Terbanyak (lebih dari 200.000) dilakukan di Amerika Utara. Kebanyakan prosedur
adalah graft pintasa arteri koroner (CABG = Coronary Artery Bypass Graft) dan
perbaikan atau penggantian katup.
Kemajuan dalam diagnostik, penatalaksanaan medis, teknik
bedah dan anestesia, dan pintasan jantung paru, dan juga perawatan yang
diberikan di unit perawatan kritis serta program rehabilitasi telah banyak
membantu pembedahan menjadi pilihan penanganan yang aman untuk pasien dengan
penyakit jantung.
1.2 Tujuan
Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah untuk :
1.2.1
Mengetahui secara umum sejarah perkembangan bedah
jantung
1.2.2
Mengetahui macam-macam tindakan bedah jantung
1.3 Manfaat
Penulisan
1.3.1
Bagi Penulis
Sebagai tugas pembelajaran perkuliahan
keperawatan medical bedah mengenai bedah jantung.
1.3.2
Bagi Pembaca
Sebagai informasi dalam perkuliahan
keperawatan medical bedah mengenai bedah jantung.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pintasan Jantung Paru
Banyak prosedur bedah jantung bisa
dijalankan karena adanya pintasan jantung-paru (sirkulasi ekstrakorponeal).
Prosedur ini merupakan alat mekanis untuk sirkulasi dan oksigenasi darah untuk
seluruh tubuh pada saat “memintas” jantung dan paru. Mesin jantung-panu
memungkinkan dicapainya medan openasi yang bebas darah Sementara perfusi tetap
dapat dipertahankan untuk jaringan dan organ lain di tubuh.
Pintasan
jantung-paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium kanan, vena kava, atau
vena femoralis untuk mengeringkan darah dari tubuh. Kanula kemudian dihubungkan
ke tabung yang berisi larutan kristaloid isotonik (biasanya dekstrosa 5% dalam
larutan Ringer laktat). Darah vena yang terambil dari tubuh dan kanula tadi
disaring, dioksigenasi, didinginkan atau dihangatkan. dan kemudian dikembalikan
ke tubuh. Kanula yang diper gunakan uniuk mengembalikan darah teroksigenasi
biasanya dimasukkan ke aorta asendens, tapi bisa jugs dimasukkan ke arteri
femoralis.
Meskipun
pintasan jantung-paru merupakan teknik yang biasa pada pembedahan jantung,
namun sebenarna sangat kompleks. Pasien memerlukan antikoagulan dengan hatiin
untuk rnencegah pembentukan trombus dan kemungkinan embolisasi yang dapat
terjadi ketika danah berhubungan dengan permukaan asing sirkuit pintasan
jantung-paru dan dipompakan ke tubuh dengan pompa mekanis (bukan pembuluh darah
dan jantung normal) Setelah dibebaskan dari mesin pintasan, pasien diberikan
protamin sullal untiuk menangkal efek heparin.
Selama
dilakukannya prosedur ini, tubuh dijaga agar selalu dalam keadaan hipotermia,
biasanya 28°C sampai 32°C(82,4°F sampai 89,6°F). Darah didinginkan selama
pintasan jantung paru dan dikembalikan ke tubuh. Darah yang didinginkan
tersebut akan menurunkan kecepatan metabolisme basal, sehingga kebutuhan akan
oksigen juga berkurang. Darah yang dingin biasanya mempunyai kekentalan yang tinggi,
namun larutan kristaloid yang digunakan untuk mengisi tabung akan mengencerkan
darah tadi Ketika prosedur pembedahan telah selesai, darah dihangatkan kembali
di dalam sirkuit pintasan jantung-paru.
Haluaran
urin, tekanan darah, gas darah arteri, elektrolit, uji pembekuan darah, dan
elektrokardiograrn (EKG) semuanya dipakai untuk memantau status pasien selama
pintasan jantung-paru. Masih
banyak hal yang harus dipelajari mengenai pintasan jantung paru. Ada berbagai
sirkuit pintasan dan mekanisme pensompaan yang digunakan pada masa kini. Sampai
saat ini masih terus diusahakan agan pasien bisa lebih lama berada dalam mesin
pintasan jantung-paru dengan lebih aman. Penelitian terus dilakukan untuk
memperbaiki mesin pintasan jantung paru untuk mencegah atau meminimalkan
masalah-masalah berikut: hemolisis, peningkatan permeabilitas memhran kapiler
dan kehilangan elektrolit, hipoksia dan anoksia jaringan, pembentukan trombus
atau emboli. diseksi jantung dan pembuluh danah, meningkatnya ketekolamin dan
hormon antidiuretik (ADH), dan respons inflamasi sistemik yang merupakan
komplikasi prosedur itu.
(Gambar menyusul)
2.2 Transplantasi
Jantung
Transplantasi dari manusia ke
manusia, pertama kali dilakukan di tahun 1967. sejak itu prosedur, peralatan
dan pengobatan transplantasi terus dikembangkan. Di tahun 1983, sikosporin
sudah tersedia untuk penggunaan umum. Siklosporin adalah imunosupresan yang
menekan dengan kuat kemampuan tubuh menolak protein asing seperti, organ yang
ditransplansikan. Sayangnya siklosporin juga menurunkan kemampuan tubuh untuk
melawan infeksi, sehingga harus diperoleh keseimbangan yang sangat baik antara
penekanan penolakan dan pencegahan infeksi. Sejak tersedianya siklosporin di
tahun 1983, transplantasi jantung telah menjadi terapi pilihan bagi pasien
dengan penyakit jantung tahap akhir.
2.2.1 Indikasi
Transplantasi Jantung
·
kardiomiopati
·
penyakit
jantung iskemik
·
penyakit
jantung kongenital
·
penyakit
katup dan
·
penolakan
transplantasi jantung sebelumnya
2.2.2 Kriteria
Seleksi
Resipien transplantasi jantung yang memenuhi
kriteria seleksi menjalani pemeriksaan klinis dan psikologis yang terperinci.
Dengan semakin luasnya penerapan prosedur ini, keputusan untuk menentukan siapa
yang berhak menjalani ttansplantasi jantung menjadi semakin kontroversial.
Tersedianya donor tetap merupakan faktor pembatas. Akibatnya, begitu diputuskan
untuk melakukan transpiantasi, maka timbul masalah dalam menentukan prioritas
antara satu dengan yang lain. Penentuan yang lebih sulit lagi adalah untuk
menentukan prioritas di antara pasien pengguna VADs dan jantung buatan sebagai
jembatan untuk dilakukannya transplantasi.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan
komplikasi setelah operasi atau memengaruhi kelangsungan hidup jangka panjang
harus disingkirkan. Faktor-faktor ini mencakup penyakit atau infeksi sistemik
aktif, hipertensi pulmonalis dengan resistensi vaskular paru yang menetap
(lebih dan 4 satuan Wood), emboli atau infark paru, ulkus peptikum yang aktif,
diabetes melitus bergantung insulin dengan penyakit sekunder pada organ lain,
gagal ginjal atau hati yang ireversibel, peminum alkohol atau pecandu
obat-obatan. Hal-hal yang tidak nyata, seperti motivasi untuk melakukan
rehabilitasi, dukungan keluarga, dan keadaan psikologis, juga harus
dipertimbangkan. Dengan makin luasnya penggantian oleh asuransi, masalah
keuangan pribadi menjadi semakin kurang berarti untuk proses seleksi. Apabila
diidentifikasi tidak terdapat kontraindikasi, maka dapat dimulai proses
pencarian donor.
Donor potensial biasanya adalah korban
kecelakaan tasiusia muda yang tidak mengalami kerusakan jantung atau penyakit
jantung yang jelas dan tidak ada infeksi sistemik. Pencocokan jaringan donor
terhadap resipien meliputi pencocokan sistem ABO. Pencocokan berat tubuh yang
sesuai juga penting untuk dilakukan; 20% perbedaan berat tubuh dianggap masth
dapat diterima.
Bila telah
tersedia donor jantung, sebuah computer akan di buka untuk menampilkan calon
resipient berdasar kompatibilitas golongan darah ABO, ukuran donor dan
kandidat, dan jarak antara donor dan potensial resipient ( jarak sangat penting
karena fungsi jantung yang di transplantasi sangat dipengaruhi saat
implantasinya, yang harus sebelum 4 jam setelah diambil dari donor ).
2.2.2.a Transplantasi Ortotopik
Transplan ortotopik adalah prosedur yang
paling sering dilakukan pada transplantasi jantung sebagian atrium resioien
(termasuk vena kava dan vena pulmonalis) ditinggalkan ditempatnya semula ; sisa
jantung kandidat diangkat dari mediastinum. Jantung donor, yang biasanya telah
diawetkan didalam es, disiapka untuk diimplantasikan dengan memeotong sebagian
kecil atrium yang sesuai dengan bagian jantung resipient yang ditinggalkan.
Jantung donor diimplantasikan dengan menjahitkan kejaringan atria yang tersisa
dari jantung asli resipien. Arteri pulmonalis dan aorta kemudian dianastomose
dan disambung.
(gbr 30-2 menyusul)
2.2.2.b Teknik Heterotopik
Teknik
heterotopik lebih jarang dilakukan. Jantung donor diletakkan disebelah kanan
dan sedikit ke anterior jantung resipien ; jantung resipien tidak diangkat. Pada mulanya diperkirakan bahwa jantung
asli masih bias melindungi pasien bila jantung transplant ditolak. Namun
meskipun efek melindungi tersebut ternyata tidak terbukti, masih ada alasan
untuk tetap mempertahankan jantung asli, yaitu apabila jantung donor kecil,
waktu iskemik yang terlalau lama bagi jantung donor, atau bila jantung donor
sudah sangat berkurang fungsinya namun tetap harus digunakan dalam keadaan
darurat.
Jantung transplan tidak mempunyai
hubungan persyarafan dengan badan resipien ( jantung denervasi ); jadi syaraf
simpatis dan vagus tidak mempengaruhi jantung transplan. Frekuensi jantung
transplan pada saat istirahat sekitar 70-90 denyutan/menit, namun akan
meningkat secara bertahap bila ada katekolamin dalam darah. Pasien harus secara
bertahap meningkatkan dan menurunkan latihan ( waktu pemanasan dan pendinginan
harus lebih lama ), biasanya diperlukan waktu 20-30 menit untuk mencapai
frekuensi jantung yang diinginkan. Atropin tidak akan meningkatkan kecepatan
jantung pada pasien ini.
(gbr 30-3 menyusul)
2.2.3 Penolakan
dan Infeksi
Tantangan terbesar dalam transplantasi
adalah penanganan reaksi penolakan. Usaha tubuh untuk menolak jaringan asing
merupakan proses biologis yang mendasar. Penemuan sikiosporin dan antibodi
monoklonal telah banyak memperbaiki kelangsungan hidup setelah transpiantasi.
Terapi imunosupresif dengan sikiosporin dapat dimulai sebelum operasi. Terapi
imunosupresif tiga obat dengan azatioprin, siklosporin, dan steroid diberikan
terus menerus setelah operasi. Pemantauan imunologis akan tandatanda penolakan
dilakukan dengan ketat. Biopsi endomiokardium tramsvenosa adalah penentu pasti
(standar emas) untuk deteksi dan diagnosis penolakan. Biopsi dilakukan dalam
selang waktu tertentu dan sesuai indikasi. (Metode non-invasif untuk mendeteksi
reaksi penolakan, seperti MRI dan ekokardiografi, masih diteliti) Teknik biopsi
endomiokardium meliputi pemasangan kateter biopsi (atau bioptome) melalui vena
jugularis dekstra atau vena subklavia ke dalam ventrikel kanan untuk mengambil
beberapa bagian endokardium untuk analisis. Selanjutnya terapi imunosupresif
dapat disesuaikan berdasarkan hasil biopsi.
Antitimosit globulin (ATG), antilimfosit
globulin (ALG), atau antibodi-antibodi monoklonal OKT3 dapat ditambahkan untuk
menangani reaksi penolakan. Selain reaksi penolakan, juga merupakan masalah
serius akibat terapi imunosupresif. Infeksi merupakan penyebab utama kematian dalam tahun pertama setelah
transplantasi. Untuk itu dilakukan pencegahan dan tindakan terapeutik yang
tepat.
Perjalanan Pascaoperasi. Pasien transplantasi jantung harus tetap dijaga dalam keseimbangan antara risiko penolakan dan risiko infeksi. Mereka harus mcmaluhi aturan kompleks tentang diit, obat-obatan, aktivitas, pemeriksaan laboratorium. biopsi (untuk mendiagnosa penolakan) dan kunjungan ke klinik. Pasien sering diberi siklosporin dan kortikosteroid untuk meminirnalkan penolakan. Selain penolakan dan infeksi, komplikasi dapat mencakup percepatan terjadinya arteriosklerosis arteri koroner; hipertensi dan hipotensi; gangguan sistern saraf pusat, pernapasan, dan gastrointestinal (UI); gagal ginjal; dan respons terhadap stres psikososial akibat transplantasi organ.
Perjalanan Pascaoperasi. Pasien transplantasi jantung harus tetap dijaga dalam keseimbangan antara risiko penolakan dan risiko infeksi. Mereka harus mcmaluhi aturan kompleks tentang diit, obat-obatan, aktivitas, pemeriksaan laboratorium. biopsi (untuk mendiagnosa penolakan) dan kunjungan ke klinik. Pasien sering diberi siklosporin dan kortikosteroid untuk meminirnalkan penolakan. Selain penolakan dan infeksi, komplikasi dapat mencakup percepatan terjadinya arteriosklerosis arteri koroner; hipertensi dan hipotensi; gangguan sistern saraf pusat, pernapasan, dan gastrointestinal (UI); gagal ginjal; dan respons terhadap stres psikososial akibat transplantasi organ.
Pasien transplantasi jantung dengan angka
bertahan hidup 1 tahun sekitar 80% sampai 90% dan angka bertahan hidup 5 tahun
sekitar 60% sarnpai 70%.
2.3 Coronary Artery Bypass Graft (CABG)/ Tandur Bypass Arteri
Koroner (TBAK)
Tandur
bypass vena safena aortokoroner dilakuakan pertama kali pada tahun 1964. Sejak
itu prosedur ini menadi tindakan yang diteriam untuk penyakit arteri koroner
(PAK). Dibandingkan denga tindasan medis, tandur bypass arteri koroner (TBAK)
telah membuktikan keefektifannya pada pengilangan angina dan memperbaiki
toleransi latihan, dan ini memperpanjang hidup pada pasien dengan PAK kiri utama
dan penyakit pembuluh darah-tiga dengan fungsi vebtrikel kiri buruk. Pada
pengenalan angioplasty koroner transluminal perkutan (AKTP), namun indikasi
utnuk TBAK masih dipertanyakan.
2.3.1 Tandur Vena Safena
Vena safena atau arteri mamari internal (AMI)
dapat digunakan untuk TBAK. Vena safena dpat diambil dari lutut atas atau
bawah, tetapi dari bawah lutut secara umum lebih diminati karena sangat
mendekati diameternya pada ukuran arteri koroner. Vena diambil dari insisi yang
dibuat sepanjang aspek dalam kaki.
Obstruksi pada arteri koroner di
bypass dengan membuat anstomosis satu ujung vena tandur ke aorta (anastomosis
proksimal) dan ujung yang lain ke arteri koroner tepat melewati obstruksi
(anastomosis distal). Tandur vena safena dapat sederhana dengan anstomosis
end-to-side ke aorta dan arteri koroner, atau berurutan (juga disebut skip),
denga anastomosis end-to-side pada aorta, anastomosis side-to-side pada satu
arteri koroner, dan anas tomosis end-to-side pada arteri koroner yang lain.
(gambar )
2.3.2 Tandur
Arteri Mammari Internal
AMI juga digunakan untuk
revaskularisasi miokard. AMI adalah cabang ke dua dari arteri subklavia dan
turun ke bawah dinding anterior pada dada tepat lateral terhadap sternum
dibalakang kartilago kosta.
Tandur AMI telah menunjukan derajat
yang lebih kecil dari arterosklerosis selama ini pada awalnya dan friekuensi
patensi tandur selanjutnya dibandingkan dengan tandur vena safena. Sembilan
pulh persen tandur AMI paten selama 10 tahun pascaoperasi, sedangkan lebih dari
50 % dari tandur vena safena terhambat dalam 10 tahun. Tnadur AMI juga
dihubungkan denagn morbiditas jangkan panjang yang rendah dan memperbaiki
kelangsungah hidup jangka panang.
2.3.2.a Keuntungan
Arteri Mammari Internal Untuk Revaskularisasi Miokard
·
memperbaiki
patensi frekuensi jangka pendek dan panjang pada tandur vena safena
·
diameternya
mendekati arteri koroner
·
tidak
dibutuhkan anastomosis aortik
·
AMI
mempertahankan inervasi sistem syaraf dan maka mempunyai kemampuan mengadaptasi
ukuran untuk memberi aliran darah sesuai dengan kebutuhan miokard
·
Tidak
ada insisi kaki jika menggunakan AMI
·
Endotelium
vaskuler beradaptasi terhadap tekanan arteri dan aliran tinggi, mengakibatkan
penurunan hiperplasia intimal dan atersklerosis.
2.3.2.b Kerugian
Arteri Mammari Internal Untuk Revaskularisasi Miokard
·
Diseksi
AMI lebih panjang, mengakibatkan waktu bypass kardiopulmonal lebih panjang
·
Diseksi
ekstensi dapat meningkatkan resiko perdarahan paska operasi
·
Memasuki
ruang pleural, sehingga selang pleura dada diperlukan pada paska operasi
·
Nyeri
paska operasi dapat meningkat karena masuk ke ruang pleural dan diseksi luas
·
Pada
pasien dengan DM atau lansia, penggunssn AMI bilateral dapat meningkatkan
resiko infeksi dan tidak menyambungnyaa sternum.
Untuk mengisolasi AMI, ruang preular dimasuki, AMI dideseksi bebas, dan
cabang-cabang arteri intercostal dari AMI dikauterisasi. AMI digunakan sebagai
tandur padikulus (misalnya ujung
proksimal masih dihubungkan ke
arteri subklavia), dan AMI kiri dan kanan dapat diggunakan. Karena AMI
kiri lebih panjang dan lebih besar dari
pada AMI kanan, ini biasanya digunakan untuk bypass arteri koropner desendent
anterior kiri (DAKi). AMI kanan dianastomosiskan ke arteri koroner kiri (AKKi)
atau arteri koroner sirkumfleks (AKS).
2.4 Alat Bantu Mekanis
dan Jantung Bantuan Buatan Total
Penggunaan
pintasan jantung-paru pada pembedahan jantung dan kemungkinan dilakukan
transplantasi jamung pada penyakit jantung stadium akhir telah rneningkatkan
kebutuhan akan alat bantu jantung. Pasien yang tak mampu dilepas dan pintasan
jantung paru atau pasien yang sedang berada dalarn syok kardiogenik dapat
memperoleh keuntungan dari periode bantuan jantung mekanis. Alat yang paling
sering digunakan adalah pompa balon ultra aorta (IABP - intra-aortic baloon
pump). IABP nsengurangi kerja jantung selama kontraksi, namun tidak menyerupai
kinerja jantung yang sebenarnya.
Alat dengan
kinerja yang menyerupai sebagian atau scmua fungsi pemompaan untuk jantung juga
sedang dikembangkan. Alat bantu ventrikel yang lebih canggih ini dapat
mensirkulasi darah tiap menit seperti yang dilakukan jantung. Tiap alat bantu
ventrikel digunakan untuk masing-mnasilig ventrikel. Saat ini yang paling
sering digunakan adalah pompa sentrifugal. Banyak alat dorong pneumatis yang
digunakan, dan basil klinisnya cukup menianjikan. Beberapa alat bantu ventrikel
dapat dikombinasikan dengan oxvgenalor-ex!racorporeal membrane oxygenation
(ECMO). Alat bantu kombinasi ventrikuler-oksigenator digunakan pada pasien yang
jantungnya tak dapat memompa darah secara adekuat ke paru atau tubuhnya.
Jantung
buatan total dirancang untuk mengganti kedua ventrikel. Jantung pasien harus
diangkat untuk nmemasang jantung buatan total tadi. Semua alat-alat tadi masih
dalam taraf ekspenimental. Janvik-7 telah mengalami keberhasilan jangka pendek,
tetapi hasil jangka panjangnya cukup mengecewakan. Kebanyakan peneliti jantung
buatan total berharap dapat mengembangkan alat yang dapat dipasang secara
permanen dan yang akan dapat menggantikan kebutuhan transplantasi jantung donor
manusia untuk penanganan penyakit jantung stadium akhir.
Alat
bantu ventrikel dari jantung buatan total sekarang sedang digunakan sebagai
penanganan temporer. sementara pasien menunggu jantungnya sendiri sembuh atau
sampai tersedia jantung donor yang sesuai untuk ditransplantasi. Kelainan
pembekuan darah, perdarahan, trombus, emboli, hemolisis, infeksi, dan kegagalan
mekanis adalah beberapa komplikasi jantung buatan total dan alat bantu
ventrikel. Asuhan keperawatan untuk pasien ini ditujukan tidak hanya pada
pengkajian dan meminimalkan komplikasi tersebut. tetapi juga melibatkan
dukungan emosi dan penyuluhan mengenai alat bantu mekanis itu sendiri.
(gambar)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bedah jantung dapat meningkatkan kualitas
hidup seseorang. Tindakan pintasan jantung paru, transplantasi jantung dan CABG
menggantikan fungsi jantung yang rusak.
Alat bantu mekanis dan jantung buatan total sangat menggantikan fungsi jantung.
3.2 Saran
Pengembangan teknologi bedah jantung
di masa sekarang semakin canggih. Teknik bedah jantung seperti Heart Surgery
Robotic telah berkembang. Maka peningkatan kualitas dan pengembangan skill
tenaga medis harus dilakukan untuk mengimbangi perkembangan teknik pembedahan
khususnya teknik bedah jantung.
D A F T A
R P U S T A K A
Brunner
& Suddarth. 2002. Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Gallo & Hudak.
1997. Keperawatan Kritis Volume I. Jakarta : EGC
R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 2005. Buku-Ajar
Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar